tirto.id - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama empat tahun menjadi lima tahun, keputusan yang keliru.
"Putusan kacau baik dari segi konsistensi mereka dalam memutuskan maupun dari segi substansi maupun dalam kondisi momentum politik," kata Isnur saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (25/5/2023) malam.
Pertama, kata dia, dari segi konsistensi, keputusan itu tampak berbeda dari berbagai keputusan MK lainnya yang menyebutkan soal batasan usia.
"Periode ini adalah open legal policy. Biasanya, MK selalu menghindar untuk memberikan keputusan dalam perkara-perkara lainnya," ucap Isnur.
Isnur juga mempertanyakan sikap MK yang mau mengubah sikap dan pendiriannya, hanya demi KPK.
"Jelas ini ada masalah," tukas Isnur.
Kedua dari segi substansi, menurut Isnur, argumentasi yang dibangun MK sangat buruk dengan membandingkan masa jabatan komisi-komisi yang lain.
"Jelas ini tidak memerhatikan aspek segala pertimbangan dan juga kemudian segala alasan kenapa dikuatkan empat tahun oleh pemerintah dan pemerintah," kata dia.
Lalu, dari segi momentum menjelang Pemilu 2024, jelas dia, bisa diasumsikan ini adalah momen yang berpotensi sangat kuat bagi Ketua KPK Firli Bahuri dan pimpinan KPK lainnya bisa menjabat dengan tambahan satu tahun.
"Itu sangat berbahaya kalau kondisi ini jadi momentum KPK dan hubungannya dengan politik. Ini menambah ketidakpercayaan kita sama MK yang sebelumnya ada banyak pelanggaran etik," tutur Isnur.
Selain itu, Isnur menduga situasi MK saat ini sangat dipengaruhi kekuasaan di mana ketuanya, Anwar Usman merupakan adik ipar dari Presiden Joko Widodo.
"Ini memperlihatkan situasi MK yang sudah tidak lagi menjadi alat yang lurus untuk hukum dan keadilan, tetapi menjadi seperti alat kekuasan apalagi menjelang tahun politik seperti ini. Tentu berbahaya bagi tegaknya negara hukum di Indonesia," kata Isnur.
Menurut Isnur, yang perlu didesak dan disepakati adalah pemberlakuan putusan MK ini harus dilaksanakan untuk periode berikutnya, bukan periode sekarang.
"Tentu yang sekarang ini masih menggunakan UU yang lama, empat tahun karena SK-nya empat tahun. Untuk seleksi berikutnya, bisa berlaku lima tahun, karena putusan MK tidak berlaku surut, dia berlaku ke depan," jelas Isnur.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Bayu Septianto